Sabtu, 16 Oktober 2010

Sejarah Ringkas Kota Terpendam

Kamboja sering dikatakan sebagai bangsa barbar, buruk, dan kasar. Namun, di masa lampau bangsa ini memiliki budaya bernilai sangat agung. Negeri itu mempunyai peninggalan arkeologi berupa ratusan candi di daerah seluas 200 kilometer persegi. Pusatnya, Angkor Wat dan Angkor Thom yang legendaris itu.
Secara geografis, Kamboja yang menempati wilayah seluas 181.000 km2, dibatasi oleh Laos dan Thailand di sebe-lah utara, Vietnam di sebelah selatan dan timur, serta Teluk Thailand di sebelah barat. Karena terletak tepat di pertengahan Cina dan India, Kamboja sangat dipengaruhi  kebudayaan kedua negara itu.
Kamboja, Kampuchea, Cambodia, Khmer, atau Angkor adalah nama-nama serupa yang semuanya berhubungan dengan peradaban termasyhur di Asia. Kamboja adalah nama negara dalam inskripsi (prasasti) Sanskrit dari India utara dan berhubungan dengan Kambu Svayambhuva, sang penegak peradaban Khmer.
Sejarah emas kejayaan Kamboja tercatat pada periode Angkor (802 M – 1432 M), yang dimulai dari pemerintahan Jayawarman II sampai Maharaja Gamyat. Sementara hancurnya kerajaan Khmer akibat serangan dahsyat pasukan Thailand yang membabi buta membakar ibukota Angkor Thom beserta isinya.
Sembilan abad kemudian, sisa-sisa kebesaran Angkor Thom, kota peninggalan Jayawarman VII (abad ke-12) itu sungguh masih mengesankan. Kesan itu menjadi semakin terasa ketika penulis ditugasi Dirjen Kebudayaan melaksanakan program Indonesian Technical Assistance for Safeguarding Angkor (ITASA). Selama enam bulan bersama arkeolog Kamboja lulusan University of Fine Arts, Phnom Penh, kami memugar pintu gerbang istana kerajaan Angkor Thom yang terkenal itu.
Jalan menuju Angkor Thom
Angkor Thom terletak di provinsi Siem Reap, sekitar 130 km di sebelah barat laut ibukota Kamboja, Phnom Penh. Jarak Phnom Penh ke Siem Reap dapat ditempuh selama 30 menit naik pesawat terbang kecil dengan biaya AS $ 45. Ingin lebih murah, cukup dengan 17,5 dolar (12 dolar untuk orang setempat), jarak tersebut dapat ditempuh 4 jam naik kapal jet voil melewati Danau Tonle Sap.
Mau lewat jalan darat? Jangan sesekali mencobanya, kalau Anda bukan petualang sejati! Biayanya memang lebih murah, hanya sekitar 8 dolar dengan menumpang para pedagang yang biasa mondar-mandir Phnom Penh Siem Reap. Maka, pick-up Toyota lusuh siap melaju menyusuri jalan darat yang tak nyaman, dan menerobos hutan belantara. Namun, tetap-lah waspada, karena sewaktu-waktu kelompok kecil Khmer Merah menyergap saat mereka turun gunung karena kelaparan.
Saat tiba di Siem Reap, tak perlu bingung. Banyak sekali angkutan semacam ojek yang disebut Motordok yang siap mengantar ke Angkor Thom, yang berjarak 7 km dengan biaya 2 dolar.
Sejak awal Angkor Thom sudah menjadi pusat perhatian dunia. Kronikel Portugis yang disusun oleh Viogo do Couto pada abad ke-16 menyebutkan, betapa banyak pedagang dari Cina, Jepang, Arab, Spanyol, dan Portugis mengunjungi Angkor. Pada 1585 Antonio de Magdalena, biarawan asal Portugis, me-nulis detail mengenai Angkor Thom. Ia menyebutkan, raja Angkor selalu menunggang gajah bila bepergian. Kemudian Marcelo de Riba Deneira pada 1601 menulis, “Di sana ada reruntuhan kota kuno yang dibangun oleh orang sekelas Alexander Agung.”
Sementara Gabriel Quiroga de San Antonio pada 1603 menulis, ada sebuah kota yang bersinar, tetapi tidak pernah didengar dan dilihat penduduk. Lalu, pada 1606 Criostoval de Jaque dalam laporannya menyebutkan dengan rinci tentang dinding yang mengelilingi Kota Angkor Thom.
Setelah itu, misionaris dari berbagai negara, seperti Prancis, Jerman, Jepang, dan Italia, berdatangan untuk melihat dan mencatat kompleks Angkor dan sekitarnya. Akhirnya, pada Oktober 1993, Angkor resmi menjadi aset warisan budaya dunia dengan mendapat perhatian khusus dari UNESCO dan 30 negara donor dalam pelestariannya.
Antara tahun 1944 dan 1946 pemugaran pintu gerbang sisi utara dan selatan dilakukan oleh Prancis. Baru setelah lebih dari dua puluh tahun kemudian, pada 1970, pemugaran dilakukan pada bagian dalam kota, yakni teras istananya.
Kota berhiaskan candi
Kata angkor dalam bahasa Khmer berarti ibukota, sedangkan thom berarti besar. Angkor Thom adalah ibukota besar yang dikelilingi dinding setinggi 8 m, sepanjang 3 km, dan pada masing-masing sisinya terdapat parit selebar 100 m yang mengelilingi dinding luarnya. Masing-masing sisi dinding dilengkapi pintu gerbang masuk yang tinggi menjulang. Uniknya, dinding sisi timur memiliki dua pintu gerbang. Salah satunya disebut sebagai “Gerbang Kemenangan”.
Memang, sementara ini perhatian dunia masih terpaku pada Angkor Wat yang sungguh mengesankan dari segi arsitektur bangunan tunggal. Namun, Angkor Thom, yang letaknya hanya 1 km di sebelah utaranya, merupakan kompleks bangunan kota yang memiliki ciri arsitektur menarik. Identitasnya kental dengan keaslian bahan, bentuk, dan lingkungan, serta tidak mengabaikan detail. Konsep guna dan makna tidak terpenggal-penggal secara fungsional, melainkan terpadu begitu harmonis, sehingga tercipta ketenangan, keagungan, dan keindahan yang tiada bandingannya.
Ketika menginjak halaman di pintu masuk Kota Angkor Thom, kita dihadapkan pada sederetan area tinggi besar di sebelah kanan dan kiri. Sebelah kanan merupakan gambaran para dewa, sedangkan di sebelah kiri merupakan manifestasi para yaksa. Keduanya menarik ular naga dalam peristiwa pengadukan lautan susu Samudramanthana.
Pintu gerbangnya sendiri berbentuk paduraksa, menjulang setinggi 33 m. Bagian atapnya dihiasi empat kepala Bodhisattwa, dengan kepala menghadap keempat penjuru mata angin. Hal ini sebenarnya merupakan gambaran pendiri Angkor Thom, Sang Jayawarman VII (1181-1219), yang menganut doktrin Dewa Raja dan menganggap dirinya sebagai titisan Bodhisattwa Avalokiteswara. Empat wajah itu sekaligus juga menggambarkan catur mukha lingga, yakni manifestasi dari prinsip alam semesta. Bagian bawah tak kalah menarik dengan gambaran gajah empat arah. Binatang gajah adalah simbol kemakmuran, kesuburan, dan kebesaran.
Setelah melewati pintu gerbang, jalan aspal yang lurus membawa kita ke dalam kota. Di kanan dan kiri jalan tampak pohon-pohon besar bagian dari hutan belantara. Lingkungan itu mencerminkan ting-ginya nilai kelangkaan (amenity value) situs Angkor Thom sebagai wilayah arkeologi.
Kurang lebih 1,5 km dari pintu gerbang, bersiap-siaplah terperanjat, sebab di depan mata tampak reruntuhan elok candi yang lebih besar daripada Candi Borobudur. Orang menyebutnya Candi Bayon. Luas candi ini mencapai 136 x 124 m2 dan tingginya 42 m. Konon candi tersebut juga dipersembahkan kepada Raja Jayawarman VII sebagai Avalokiteswara. Simbol ini digambarkan pada menara-menaranya yang berpahatkan empat kepala Bodhisattwa dengan wajah menghadap ke penjuru mata angin, persis gambaran di bagian atap gerbang masuk Angkor Thom. Di samping itu, karena letaknya persis di tengah-tengah kota, Bayon dianggap sebagai simbol Gunung Meru di tengah-tengah alam semesta.
Candi Bayon
Bangunan Candi Bayon disusun memusat dengan tiga teras. Yang pertama dan kedua merupakan galeri memanjang persegi empat, dipenuhi relief. Relief di teras pertama bercerita tentang kehidupan sehari-hari, seperti pasar, memancing ikan, festival adu ayam, dan peristiwa-peristiwa perang. Sementara relief di teras kedua menggambarkan peristiwa mistik.
Membaca relief itu sungguh mengasyikkan. Dengan mengurut searah jarum jam, kita dapat menghayati adegan demi adegan, dan tanpa disadari kita sampai pada teras ketiga yang melingkar dan dipenuhi wajah-wajah Avalokiteswara. Sungguh mengesankan berlama-lama di Bayon.
Begitu keluar dari Bayon, kita baru ngeh bahwa Angkor Thom memang benar-benar kota yang bertaburan candi. Tak jauh dari Bayon, ada sederetan candi dan bekas bangunan istana yang ukurannya – astaga, lebih besar lagi! Di sana kita juga bisa melihat Candi Baphuon, istana kerajaan yang dilengkapi teras berelief barisan gajah yang sangat indah, pintu gerbang, kolam, dan lain-lain.
Sumber: http://www.artikelpintar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mari belajar bersama