BAB I
PENDAHULUAN
Psikologi agama memang sangatlah penting bagi
kita, karena di dalamnya terkandung materi-materi yang begitu penting, salah
satunya adalah kesadaran beragama dan pengalaman beragama. Dan materi tersebut
akan dibahas pada makalah ini.
Kesadaran beragama merupakan hasil proses
mengenai motivasi yang berpengaruh tehadap penilaian, keputusan, dan interaksi
dengan orang lain. Sedangkan pengalaman beragama merupakan perasaan yang
membawa keyakinan yang dihasilkan oleh tindakan. Pengalaman tersebut biasanya
terjadi dalamkeinginan seseorang manusia untuk menyembah tuhan dan untuk berdoa
walaupun pengalaman tersebut tidak terbatas dalam waktu-waktu tertentu,
misalnya berdoa, waktu shalat, dan sebagainya.
Materi tersebut akan dijelaskan lebih jauh lagi dalam makalah
ini. Untuk itu, mari kita kaji materi tersebut bersama.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Kesadaran
Beragama
a.
Pengertian Kesadaran
Beragama
Kesadaran beragama adalah rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan,
sikap dan tingkah laku keagamaan yang terorganisasi dalam sikap mental dari
kepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga manusia maka
kesadaran beragama pun mencakup aspek-aspek kognitif dan psikomotorik.1
Kesadaran diri merupakan kondisi dari hasil proses mengenai
motivasi, pilihan dan kepribadian yang berpengaruh terhadap penilaian,
keputusan, dan interaksi dengan orang lain.2
Dalam Canbridge International Dictionary Of English (1995) ada
sejumlah definisi tentang kesadaran. Kesadaran diartikan sebagai kondisi
terjaga atau mampu mengerti apa yang sedang terjadi ( the condition of being
awake or able to understand what is happening).3
Kesadaran beragama merupakan bagian atau segi
yang hadir (terasa) dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau
dapat dikatakan bahwa ia adalah aspek mental dan aktivitas ( Zakiah Daradjad,
1990: 3-4). Jalaludin (2007: 106) menyatakan bahwa kesadaran orang untuk
beragama merupakan kemantapan jiwa seseorang untuk memberikan gambaran tentang
bagaimana sikap keberagamaan mereka. Pada kondisi ini, sikap keberagamaan orang
sulit untuk diubah, karena sudah berdasarkan pertimbangan dan pemikiran yang
matang. Sedangkan menurut Abdul Aziz Ahyadi (1988:45), kesadaran beragama
meliputi rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap, dan tingkah
laku keagamaan, yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian.
Keadaan ini dapat dilihat melalui sikap keberagamaan yang terdefernisasi yang
baik, motivasi kehidupan beragama yang dinamis, pandangan hiduup yang
komprehansif, semangat pencarian dan pengabdiannya kepada Tuhan, juga melalui
pelaksanaan ajaran agama yang konsisten, misalnya dalam melaksanakan shalat,
puasa, dan sebagainya ( Abdul Aziz, 1988: 57).4
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa kesadaran baragama merupakan sesuatu yang terasa, dapat diuji melalui
introspeksi dan keterdekatan dengan sesuatu yang lebih tinggi dari segalanya,
yaitu Tuhan.
Kesadaran beragama merupakan dasar dan arah
dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan, reaksi, pengolahan, dan
penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari luar. Kesadaran akan
norma-norma agama berarti individu menghayati, menginternalisasi, dan
mengintegrasikan norma tersebut kedalam diri pribadinya. Penggambaran tentang
kemantapan kesadaran beragama atau religius tidak dapat terlepas dari kriteria
kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya terdapat pada
orang yang memiliki kepribadian yang matang, akan tetapi kepribadian yang
matang belum tentu disertai dengan kesadaran beragama yang mantap.
Kesadaran yang mantap merupakan suatu
disposisi dinamis dari sistem mental yang terbentuk melalui pengalaman serta
diolah dalam kepribadian untuk mengadakan tanggapan yang tepat konsepsi
pandangan hidup, penyesuian diri dan bertingkah laku. Kesadaran beragama
merupakan dasar dan arah dari kesiapan seseorang mengadakan tanggapan, reaksi,
pengolahan dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari dunia
luar. Kepribadian yang tidak matangmenunjukkan kurangnya pengendalian terhadap
dorongan biologis, keinginan, aspirasi, dan hayalan-hayalan. Kepribadian yang
tidak matang kurang mampu melihat dirinya sendiri, sehingga perilakunya kurang
memperhitungkan kemampuan diri dan keadaan lingkungan sekitarnya.
Kesadaran norma agama berarti individu
menghayati, menginternalisasi dan mengintegrasikan norma tersebut ke dalam diri
pribadinya sehingga menjadi bagian dari hati dan kepribadiannya. Penghayatan
noma agama mencakup hubungan dengan tuhan, hubungan masyarakat dangan dan
lingkungan.
Dengan memiliki kesadaran agama yang mantap pada
penyandang cacat tubuh dapat menunjukkan kematangan sikap dalam menghadapi
berbagai masalah, norma dan nilai-nilai yang ada di masyarakat terbuka terhadap
semua realitas atau fakta empiris, filosofis, rohaniah, dan mempunyai arah
tujuan yang jelas dalam cakrawala hidup walau dalam keterbatasan fisik.
b.
Ciri-Ciri Kesadaran
Beragama
Ciri-ciri kesadaran beragama yang menonjol pada masa remaja yang
diutarakan oleh Abdul Aziz Ahyadi antara lain:5
a.
Pengalaman Ketuhanannya
makin Bersifat Individual.
Remaja menemukan dirinya bukan hanya sekedar
badan jasmaniah, tetapi merupakan suatu kehidupan psikologis rohaniah berupa “
pribadi”. Remaja bersifat kritis, terhadap dirinya sendiri dan segala sesuatu
yang menjadi milik pribadinya. Ia menemukan pribadinya terpisah dari pribadi
lain dan alam sekitarnya. Pemikiran, perasaan, keinginan ciri-ciri dan
kehidupan psikologis rohaniah lainnya adalah milik pribadinya. Penghayatan
penemuan diri pribadi ini dinamakan “individuasi”.
Penemuan diri pribadinya sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri menimbulkan rasa kesepian dan rasa terpisah antara diri
pribadinya. Dalam rasa kesendiriannya, si remaja memerlukan priabadi yang mampu
menampung keluhannya, melindungi, membimbing, mendorong dan memberi petunjuk
jalan yang dapat mengembangkan kepribadiannya. Ia berusaha mencari hakikat,
makna dan tujuan hidupnya. Remaja dapat menemukan berbagai macam pandangan,
ide, dan filsafat hidup yang mungkin bertentangan dengan keimanan yang telah
menjadi pribadinya. Hal ini dapat menimbulkan kebimbangan dan konflik batin
yang merupakan suatu penderitaan.
b.
Keimanannya makin menuju
realitas yang sebenarnya, dan Peribadahannya mulai disertai dengan penghayatan
yang tulus.
Remaja mulai mengerti bahwa kehidupan ini tidak
hanya seperti yang dijumpainya secara konkret, tetapi mempunyai makna yang
lebih dalam. Ia mulai memilki pengertian yang diperlukan untuk menangkap dan
mengolah dunia rohaniah. Ia menghayati dan mengetahui tentang agama dan makna
kehidupan beragama.Ia melihat adanya berbagai macam filsafat dan pandangan
hidup. Hal ini dapat menimbulkan usaha untuk menganalisis pandangan agamanya
serta mengolahnya dalam perspektif yang lebih luas dan kritis, sehingga
pandangan hidupnya menjadi lebih otonom. Dengan berkembangnya kemampuan
berfikir secara abstrak, remaja mampu pula menerima dan mempelajari agama. Yang
berhubungan dengan masalah gaib, abstrak dan rohaniah, seperti kehidupan alam
kubur, hari kebangkitan, surga, neraka bidadari, malaikat, jin syetan dan
sebagainya. Penggambaran antropomorphic atau memanusiakan tuhan dan
sifat-sifatNya lambat laun diganti dengan pemikiran yang lebih sesuai dengan
realitas. Pemahaman perubahan itu melalui pemikiran yang lebih kritis.
Pengertian tentang sifat-sifat tuhan seperti maha adil, maha mendengar, maha
melihat, dan sebagainya, yang tadinya oleh remaja disejajarkan dengan
sifat-sifat manusia berubah menjadi lebih abstrak dan lebih mendalam.
c.
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kesadaran beragama
Kesadaran beragama merujuk pada aspek rohaniah
individu yang berkaitan dengan keyakinan dan keimanan kepada Allah.dan
pengaktualisasiannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berhubungan dengan
sesama manusia atau yang berhubungan dengan Allah. Keyakinan dan keimanan
kepada Allah dan aktualisasinya dalam kehidupan sehari-hari merupakan hasil
dari internalisasi, yaitu proses pengenalan, pemahaman dan kesadaran seseorang
terhadap agama. Proses ini akan terbentuk dengan dipengaruhi oleh dua faktor,
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
1.
Faktor Internal
Menurut fitrahnya, manusia adalah mahluk
beragama (homoreligius) atau memiliki potensi beragama, mempunyai keimanan
kapada tuhan. Dalam perkembangannya, fitrah beragama ini ada yang berjalan
secara alamiah dan ada yang mendapat bimbingan dari agama sehingga fitrahnya
itu berkembang secara benar sesuai tuntunan agama.
2.
Faktor Eksternal
Perkembangan kesadaran beragama akan dipengaruhi
oleh faktor lingkungan yang memberikan bimbingan, pengajaran, dan pelatihan
yang memungkinkan kesadaran beragama itu berkembang dengan baik. Faktor
lingkungan tersebut antara lain:
1.
Lingkungan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama
dan utama bagi anak, peranan keluarga pun sangat dominan dalam pengembangan
kesadaran beragama individu. Keluarga mempunyai peran sebagai pusat latihan
atau pembelajaran anak untuk memperoleh pemahaman tentang nilai-nilai agama dan
kemampuannya dalam mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.
Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
mempunyan program yang sistematik dalam melaksanakan proses bimbingan,
pengajaran, dan pelatihan kepada siswa agar mereka berkembang sesuai dengan
potensinya secara optimal, baik menyangkut aspek fisik, psikis, sosial, maupun
moral spiritual.
Dalam mengembangkan kesdaran beragama siswa,
peranan sekolah sangat penting, peranan ini terkait dengan pengembangan
pemahaman, pembiasaan mengimplementasikan ajaran-ajaran agama, serta sikap
apresiatif terhadap ajaran atau hukum-hukum agama.
3.
Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat ini maksudnyaa adalah
hubungan atau interaksi sosial dan sosiokultural yangh potensial berpengaruh
terhadap perkembangan fitrah atau kesadaran beragama seseorang.
Seseorang akan cenderung berinteraksi dengan
orang lain, apabila orang tersebut memiliki kepribadian yang baik, maka orang
tersebut akan cenderung mengikuti kebaikannya, sebaliknya ketika orang lain
tersebut berkepribadian tidak baik, maka ia pun akan memiliki kecederungan yang
sama.
2.
Pengalaman
Beragama
Pengalaman beragama merupakan pengalaman
kerohanian, orang mengalami dunia sampai batasnya seakan akan menyentuh apa
yang berada di luar duniawi. Pengalaman beragama yang khas itu merupakan tanda
adanya tuhan dan sifat-sifat-Nya. Akan tetapi karena pengalaman itu dirasakan oleh
manusia maka sering kali pengalaman kequdusannya menjadi dangkal.6
Pengalaman agama adalah unsur perasaan dalam
kesadaran beragam, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan
oleh tindakan (amaliah). Karenanya, psikologi agama tidak mencampuri segala
bentuk permasalahan yang menyangkut pokok keyakinan suatu agama, termasuk
tentang benar salahnya atau masuk akal dan tidaknya keyakinan agama. 7
Pengalaman keagamaan adalah suatu yang pasti dan
tenang bahwa mereka mempunyai perhubungan dengan suatu zat, dan perhubungan ini
memberikan arti untuk hidup.8
Laporan Tentang
Pengalaman-pengalaman.
Laporan-laporan tentang pengalaman keagamaan dapat kita peroleh
dari tiga sumber:
1.
Dari pengakuan
orang-orang yang telah merasa berhubungan dengan tuhan, hal ini mungkin dengan
lisan atau dengan tertulis.
2.
Autobiografi ahli-ahli
agama. Biografi semacam itu biasanya merupakan rangkaian yang lebih teratur
deri pada pengalaman seseorang semasa hidupnya.
3.
Apa yang terkandung
dalam kumpulan doa-doa, wirid-wirid dan pujian-pujian, disukai orang sebab ia
menunjukkan dan menggambarkan apa yang dirasa oleh manusia umum.
BAB III
PENUTUP
Dari materi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa
kesadaran beragama selalu berkembang mulai anak-anak sampai remaja hingga
tercapainya kematangan kesadaran beragama. Kematangan kesadaran beragma akan
menunjukkan kematangan sikap seseorang dalam menghadapi berbagai masalah di
masyarakat sehingga mempunyai arah tujuan hidup yang jelas.
Kesadaran beragama dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang meliputi
faktor internal dan faktor eksternal. Dan faktor eksternal sendiri meliputi
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, yang
masing-masing mempunyai dampak tersendiri.
Kami menyadari bahwa
makalah yang kami buat masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua, amin.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaludin. Psikologi
Agama. 2000. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Abidah dkk. Makalah
Kesadaran Beragama dan Pengalaman Beragama. 2010.
Rasjidi. Filsafat
Agama. 1965. Jakarta: Bulan Bintang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mari belajar bersama