BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Pada usia dewasa, banyak sekali
perubahan-perubahan ataupun perkembangan-perkembangan yang terjadi dalam
kehidupannya. Termasuk didalamnya jiwa perkembangan agamanya. Semakin bertambah
usia seseorang semakin bertambah pula kematangan dalam sikap beragama bagi
mereka yang mempunyai agama.
Melihat betapa pentingnya hal tersebut untuk
kita ketahui, maka di dalam makalah ini telah dipaparkan mengenai perkembangan
jiwa keagamaan terkhusus pada orang dewasa. Yang mencakup didalamnya tentang
bagaimana agama, ciri-ciri, dan kematangan keagamaan pada tingkat usia dewasa.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Dalam makalah ini dirumuskan beberapa masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana agama pada masa dewasa ?
2. Bagaimanakah ciri-ciri sikap keberagamaan pada
masa dewasa ?
3. Bagaimanakah kematangan beragama pada masa
dewasa ?
1.3. TUJUAN
Dari rumusan masalah di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan pembahasan adalah :
1. Untuk mengetahui agama pada masa dewasa.
2. Untuk mengetahui ciri-ciri sikap keberagamaan
pada masa dewasa.
3. Untuk mengetahui kematangan beragama pada masa
dewasa.
BAB II
PERKEMBANGAN JIWA AGAMA
PADA ORANG DEWASA
2.1. AGAMA PADA MASA DEWASA
Elizabeth B. Hurlock membagi masa dewasa
menjadi 3 (tiga) bagian :
1. Masa dewasa awal (masa dewasa dini/young
adult).
2. Masa dewasa madya (middle adulthood).
3. Masa usia lanjut (masa tua/older adult).
Pembagian senada juga diungkap oleh beberapa
ahli psikologi Lewis Sherril, membagi masa dewasa sebagai berikut :
a. Masa dewasa awal, masalah yang dihadapi adalah
memilih arah hidup yang akan diambil dengan menghadapi godaan berbagai
kemungkinan pilihan.
b. Masa dewasa tengah, sudah mulai menghadapi
tantangan hidup sambil memantapkan tempat dan mengembangkan filsafat
danmengolah kenyataan dengan kata lain mencapai pandangan hidup yang matang.
c. Masa dewasa akhir, ciri utamanya adalah
”pasrah”. Pada masa ini minat dan kegiatan kurang beragama.
Sementara menurut Erikson, masa dewasa muda
merupakan pengalaman menggali keintiman, kemampuan untuk membaur identitas anda
dengan identitas orang lain tanpa takut bahwa anda akan kehilangan sesuatu dari
diri anda.
Masa dewasa tengah merupakan masa
produktivitas maksimum. Pada masa ini kekuatan watak yang muncul perhatian,
rasa prihatin dan tanggung jawab.
Masa dewasa akhir, merupakan masa kematangan
masalah sentral dalam masa ini adalah menemukan kepuasan bahwa hidup yang
dijalaninya merupakan penemuan dan penyelesaian pada masa tua, terjadi
integrasi emosional sehingga dapat mencapai kebijaksanaan.
Dalam memahami agama pada masa dewasa, H. Carl
Witherington menjelaskan bahwa pada masa ini seseorang telah memiliki tanggung
jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem yang bersumber pada
ajaran-ajaran agama maupun yang bersumber pada norma-norma lain dalam
kehidupan. Dengan demikian, keagamaan di usia dewasa sulit diubah.
Kesadaran beragama pada usia dewasa merupakan
dasar dan arah dari kesiapan seseorang untuk mengadakan tanggapan, reaksi,
pengolahan dan penyesuaian diri terhadap rangsangan yang datang dari luar semua
tingkah laku kehidupannya diwarnai oleh sistem kesadaran agamanya.
Motivasi beragama pada orang dewasa didasarkan
pada penalaran yang logis, sehingga ia akan mempertimbangkan sepenuhnya menurut
logika. Dan sama halnya dengan ekspresi beragama pada masa dewasa juga sudah
menjadi hal yang tetap, istiqomah. Artinya, sudah tidak percaya ikut-ikutan lagi,
tapi lebih berdasar pada kepuasan atau nikmat yang diperoleh dari pelaksanaan
ajaran agama tersebut.
2.2. CIRI-CIRI SIKAP KEBERAGAMAAN PADA MASA DEWASA
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya,
sikap keberagaman pada orang dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan
pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2. Cenderung bersifat realis, sehingga
norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan
norma-norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman
keagamaan.
4. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas
pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagaman merupakan
realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih
luas.
6. Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran
agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan nurani
juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7. Sikap keberagaman cenderung mengarah kepada
tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh
kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang
diyakininya.
8. Terlihat adanya hubungan antara sikap
keberagaman dengan kehidupan sosial keagamaan sudah berkembang.
2.3. KEMATANGAN BERAGAMA
Berbicara tentang kematangan beragama akan
terkait erat dengan kematangan usia manusia. Adapun mengenai perkembangan
kepribadian seseorang, apabila telah sampai pada suatu tingkat kedewasaan, maka
akan ditandai dengan kematangan jasmani dan rohani. Pada saat inilah seseorang
sudah memiliki keyakinan dan pendirian yang tetap dan kuat terhadap pandangan
hidup atau agama yang harus dipeganginya.
Kematangan atau kedewasaan seseorang dalam
beragama biasanya ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh karena
menganggap benar akan agama yang dianutnya dan ia memerlukan agama dalam
hidupnya.
Dalam rangka menuju kematangan beragama
terdapat beberapa hambatan. Karena tingkat kematangan beragama juga merupakan
suatu perkembangan individu, hal itu memerlukan waktu, sebab perkembangan
kepada kematangan beragama tidak terjadi secara tiba-tiba. Pada dasarnya
terdapat dua faktor yang menyebabkan adanya hambatan, yaitu :
1. Faktor diri sendiri
Faktor dari dalam diri sendiri terbagi menjadi
2 (dua) : kapasitas diri dan pengalaman. Dalam aktivitas keagamaan mereka penuh
keraguan dan kebimbangan. Sehingga apabila terjadi perubahan-perubahan tidaklah
melalui proses berpikir sebelumnya, tetapi lebih bersifat emosional.
Sedangkan faktor pengalaman, semakin luas
pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan semakin mantap dan
stabil dalam mengerjakan aktivitas keagamaan.
2. Faktor luar
Yang dimaksud faktor luar, yaitu beberapa
kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak memberi kesempatan untuk
berkembang, malah justru menganggap tidak perlu adanya perkembangan dari apa
yang telah ada. Faktor-faktor tersebut antara lain tradisi agama atau
pendidikan yang diterima.
Jika kita amati secara seksama, tampaknya
kematangan atau kedewasaan dalam beragama itu merupakan perkembangan lebih
lanjut dari adanya konversi agama, disamping juga mungkin mengikuti
perkembangan kepribadiannya yang semakin lama semakin menuju kepada kedewasaan
yang termasuk didalamnya kematangan dalam beragama.
Berkaitan dengan sikap keberagaman, William
Starbuck dan William James, mengemukakan dua buah faktor yang mempengaruhi
sikap keagamaan seseorang, yaitu :
1) Faktor intern, terdiri dari :
a. Temperamen
Tingkah laku yang didasarkan pada temperamen tertentu memegang
peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
b. Gangguan jiwa
Orang yang menderita gangguan jiwa menunjukkan kelainan dalam
sikap dan tingkah lakunya. Tindak tanduk keagamaan dan pengalaman keagamaan
seseorang yang ditampilkan tergantung pada gangguan jiwa yang ditampilkan
tergantung pada gangguan jiwa yang mereka rasakan.
c. Konflik dan keraguan
Mempengaruhi terhadap agama seperti : taat, fanatic, agnotis
maupun ateis.
d. Jauh dari tuhan
Orang yang jauh dari tuhan akan merasa dirinya lemah dan
kehilangan pegangan hidup terutama saat menghadapi musibah.
2) Faktor ekstern
Yang mempengaruhi sikap keagamaan secara
mendadak adalah :
a. Musibah
Musibah yang dialami seseorang akan memunculkan kesadaran,
khususnya kesadaran keagamaan. Mereka merasa mendapatkan peringatan dari tuhan.
b. Kejahatan
Mereka yang hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncangan
batin dan merasa berdosa. Sering perasaan yang fitri menghantui dirinya, yang
kemudian membuka kesadarannya untuk bertobat, yang pada akhirnya akan menjadi
penganut agama yang taat dan fanatik.
Adapun ciri-ciri orang yang sehat jiwanya dalam menjalankan
agama antara lain :
a) Optimisme dan gembira.
b) Ekstrovet dan tidak mendalam.
c) Menyenangi ajaran ketahuidan yang liberal.
Dalam kemantapan jiwa orang dewasa memberikan
gambaran tentang bagaimana sikap keberagaman pada orang dewasa. Mereka sudah
memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem
nilai yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Intinya, pemilihan
nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang.
Berdasarkan hal ini, maka sikap keberagaman seorang di usia dewasa sulit untuk
diubah. Jikapun terjadi perubahan mungkin proses itu terjadi setelah didasarkan
atas pertimbangan yang matang.
Sebaliknya, jika nilai-nilai agama yang mereka
pilih dijadikan pandangan hidup, maka sikap keberagaman akan terlihat pula
dalam pola kehidupan mereka. Sikap keberagaman ini membawa mereka secara
mantap, menjalankan agama yang dianut. Sehingga, tak jarang sikap keberagaman
ini dapat menimbulkan ketaatan yang berlebihan dan menjurus kepada sikap
fanatisme. Karena itu, sikap keberagaman seorang dewasa cenderung didasarkan
atas pemilihan terhadap ajaran agama yang dapat memberikan kepuasan batin atas
dasar pertimbangan akal sehat.
Sikap keberagaman orang dewasa memiliki
perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu,
sikap keberagaman ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan
perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama, bagi orang
dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Menurut beberapa ahli psikologi masa dewasa
dibagi menjadi 3, yaitu :
1. Masa dewasa awal atau muda.
2. Masa dewasa madya atau tengah.
3. Masa dewasa akhir atau usia lanjut.
Mengenai agama pada masa dewasa telah
dijelaskan bahwasanya pada masa ini seseorang memiliki tanggung jawab terhadap
sistem nilai yang dipilihnya baik ajaran agamanya ataupun norma lainnya. Semua
tingkah laku kehidupannya diwarnai oleh sistem kesadaran keagamaannya.
Adapun ciri-ciri sikap keberagaman pada masa
dewasa diantaranya :
1. Menerima kebenaran agama berdasarkan
pertimbangan pemikiran yang matang.
2. Cenderung bersifat realis.
3. Bersikap positif terhadap ajaran dan
norma-norma agama dan berusaha memperdalam keagamaan.
Dan mengenai kematangan beragama sangat erat
kaitannya dengan usia dewasa ini, karena seiring dengan bertambahnya tingkat
kedewasaan seseorang akan ditandai dengan kematangan jasmani dan rohaninya.
Yang ditunjukkan dengan kesadaran dan keyakinan yang teguh terhadap agama yang
dianutnya.
3.2. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini apabila ada
keterangan yang kurang dipahami, mohon maaf yang sebesar-besarnya. Dan kami
sangat berterima kasih apabila ada saran dan kritik yang sifatnya membangun
sebagai penyempurna dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Sururin. 2004. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Jalaludin. 2008. Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Darajat, Zakiah. 1993. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta : Bulan Bintan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mari belajar bersama